Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Sejarah Perikanan Indonesia

  • Minggu, 18 September 2011
  • Luciana Indah
  • Label:
  • 1.        Sejarah Perikanan Indonesia pada Zaman Kuno
                Perikanan telah menjadi kegiatan ekonomi pada periode sebelum masehi. Di Indonesia, sebelum terjadinya migrasi skala besar pada periode Neolithic (3000 – 2000 SM) , penduduk asli Indonesia yang disebut sebagai Wajak hidup secara primitif dengan cara menangkap ikan  dan berburu (Anonymous, 1996). Selain itu penangkapan ikan hiu juga telah dilakukan ribuan tahun silam oleh penduduk asli Indonesia terutama mereka yang berada di wilayah timur Indonesia. Kemudian pada sekitar ke abad 15 dan ke 16 kelompol etnis yang disebut Bajini, Makassar, Bugis, dan Bajo merintis perdagangan tripang dan trochus untuk diperdagangkan dengan kelompok pedagang asal Cina (Anonymous, 2001). Catatan ini pun bisa disebut awal sebutan dari “nenek moyangku bangsa pelaut”.
    2.        Sejarah Perikanan Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda Hingga Awal Kemerdekaan
    2.1  Masa Penjajahan Belanda
          Pengembangan kelautan di Republik Indonesia ini dimulai pada tahun 1911 dengan dibentuknya Bugerlijk Openbare Werken yang kemudian dalam perjalanannya pada tahun 1931 berubah menjadi Departemen Verkeer en Waterstaat. "Unit kerja"warisan kolonial Belanda inilah yang merupakan cikal bakal pembentukan departemen yang mengelola aspek kelautan di masa sekarang. Pada saat itu unit kerja tersebut mengurusi masyarakat pantai yang menyandarkan kegiatan ekonomi pada bidang kelautan.  Pada saat itu juga telah ditetapkan UU Ordonansi tentang batas laut Hindia Belanda melalui Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939, yang menetapkan bahwa lebar laut wilayah Hindia Belanda ditetapkan pada masing-masing pulau sampai sejauh 3 mil yang diukur dari garis air surut terendah.
          Sementara itu Lembaga yang menangani perikanan semasa pemerintahan kolonial Belanda berada dalam lingkup Departemen van Landbouw, Nijverheid en handel yang kemudian berubah menjadi Departemen van Ekonomische Zaken. Kegiatan-kegiatan perikanan masa itu digolongkan sebagai kegiatan pertanian.  Meskipun demikian, terdapat suatu organisasi khusus yang mengurusi kegiatan perikanan laut di bawah Departemen van Ekonomische Zaken. Organisasi tersebut adalah Onderafdeling Zee Visserij dari Afdeling Cooperatie en Binnenlandsche Handel. Sedangkan untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan laut, maka dibentuklah suatu lembaga penelitian pemerintah kolonial Belanda yang diberi nama Institut voor de Zee Visserij.

    2.2   Masa Penjajahan Belanda
          Pada jaman Jepang diadakan latihan-latihan Pemuda antara lain : latihan Pemuda Pertanian, Latihan Pemuda Perikanan, Latihan Pemuda perikanan atau disebut juga “GYOMIN BOOZYOO” dilaksanakan di Tegal dan Batang, yang diutamakan bagi pemuda-pemuda yang bermukim di daerah pantai di seluruh pulau Jawa. Lama latihan adalah 3 (tiga) bulan dengan materi latihan meliputi dasar-dasar pelayaran dan perikanan. Bagi mereka yang telah selesai mengikuti latihan dikembalikan ke daerahnya masing-masing untuk dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh, demikian seterusnya.Selanjutnya pada masa penjajahan Jepang antara tahun 1942 sampai dengan 1945. Pada masa penjajahan Jepang,  terjadi perluasan lembaga-lembaga perikanan milik pemerintah. Pada masa ini, di daerah-daerah dibentuk jawatan penerangan perikanan yang disebut Suisan Shidozo. Di samping itu, pada masa ini terjadi penyatuan perikanan darat dengan perikanan laut, walaupun tetap dimasukkan dalam kegiatan rumpun pertanian.

    2.3  Masa Awal Kemerdekaan
          Setelah proklamasi kemerdekaan pada kabinet presidensial pertama, pemerintah Republik Indonesia membentuk Departemen Kemakmuran Rakyat dengan menterinya Mr. Syafruddin Prawiranegara. Pada Departemen tersebut di atas, maka dibentuklah Jawatan Perikanan yang mengurusi kegiatan-kegiatan perikanan darat dan perikanan  laut. Semenjak kabinet pertama yang terbentuk pada tanggal 2 September 1945 hingga terbentuknya kabinet parlementer ketiga pada tanggal 3 Juli 1947, Jawatan Perikanan tetap berada di bawah Koordinator Pertanian, di samping Koordinator Perdagangan dan Koordinator Perindustrian dalam Departemen Kemakmuran Rakyat.
    Pada masa Kedaulatan RI sekitar tahun 1949, Departemen Kemakmuran Rakyat kemudian dipecah menjadi dua Departemen, yaitu Departemen Pertanian serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian. Pada masa itulah Jawatan Perikanan masuk ke dalam Departemen Pertanian.  Selanjutnya Departemen Pertanian pada tanggal 17 Maret 1951 mengalami perubahan susunan, yakni dengan  adanya penunjukkan 3 koordinator yang menangani urusan Pertanian, Perkebunan dan urusan Kehewanan. Selanjutnya dibawah Koordinator Pertanian, dibentuklah Jawatan Pertanian Rakyat. Jawatan Perikanan yang selanjutnya berkembang menjadi Jawatan Perikanan Laut, Kantor Perikanan Darat, Balai Penyelidikan Perikanan Darat, dan Yayasan Perikanan Laut. Kesemua jawatan tersebut berada di bawah Jawatan Pertanian Rakyat. Struktur ini tidak bertahan lama.
          Pada 9 April 1957, susunan Departemen Pertanian mengalami perubahan lagi dengan dibentuknya Direktorat Perikanan yang mengkoordinasi jawatan-jawatan perikanan. Jatuh bangunnya kabinet semasa pemerintahan parlementer mengakibatkan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno menganggap bahwa sistem parlementer tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia, sehingga pada 5 Juli 1957, presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali pada UUD 1945.Istilah Departemen pada masa sebelum dekrit tetap sebagai departemen, sedangkan istilah direktorat kembali menjadi jawatan. Pada 1962, terjadi penggabungan Departemen Pertanian dan Departemen Agraria dan istilah direktorat digunakan kembali. Pada masa kabinet presidensial paska dekrit, Direktorat Perikanan telah mengalami perkembangan menjadi beberapa jawatan, yakni Jawatan Perikanan Darat, Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Lembaga Pendidikan Usaha Perikanan dan BPU Perikani.
           Berhubung kondisi politik dan keamanan yang belum stabil waktu itu, mengakibatkan pemerintah merombak kembali susunan kabinet dan terbentuklah Kabinet Dwikora pada tahun 1964. Pada Kabinet Dwikora ini, Departemen Pertanian mengalami dekonstruksi menjadi 5 buah departemen, dimana Departemen Perikanan Darat/Laut berada di bawah Kompartemen Pertanian dan Agraria. Pembentukan Departemen Perikanan Darat/Laut merupakan respon pemerintah terhadap hasil Musyawarah Nelayan I yang menghasilkan rekomendasi perlunya departemen khusus yang menangani pemikiran dan pengurusan usaha meningkatkan pembangunan perikanan. Melalui pembentukan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, Departemen Perikanan Darat/Laut tidak lagi di bawah Kompartemen Pertanian dan Agraria melainkan berada di bawah Kompartemen Maritim. Di bawah Kompartemen baru, departemen tersebut mengalami perubahan nama menjadi Departemen Perikanan dan Pengelolaan Kekayaan Laut. Keadaan ini tidak berlangsung lama, pada 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI dan Kabinet Dwikora diganti dengan Kabinet Ampera pada 1966.

    3. Zaman Orde Baru
               Semenjak kabinet Ampera sampai dengan Orde Baru berakhir sektor perikanan dan kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis dan potensinya. Tentunya inilah yang mendasari Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Departemen Eksplorasi Laut (DEL) dengan mengangkat Ir. Sarwono Kusumaatmaja sebagai Menteri Eksplorasi Laut.Ternyata penggunaan nomenklatur DEL tidak berlangsung lama karena berdasarkan usulan DPR dan berbagai pihak, telah dilakukan perubahan dari Departemen Eksplorasi Laut menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) pada tanggal 1 Desember 1999, yang selanjutnya berdasarkan Kepres RI No.165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 DELP berubah menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan.

    4.   Zaman Reformasi
               Berdasarkan data Food Outlook (FAO 2007) produksi perikanan tangkap Indonesia mengalami penurunan sebesar  4,55 persen. Penurunan tersebut lebih besar dari rata-rata penurunan produksi perikanan dari sepuluh negara produser perikanan dunia, yaitu sebesar 2,37 persen. Pada tahun yang sama (2007), FAO mempublikasikan bahwa kondisi sumberdaya ikan di sekitar perairan Indonesia, terutama di sekitar perairan Samudera India dan samudera pasifik sudah menujukan kondisi full exploited. Bahkan di perairan Samudera Hindia kondisinya cenderung mengarah kepada overexploited. Artinya bahwa dikedua perairan tersebut saat ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan ekspansi penangkapan ikan secara besar-besaran. Hal ini memperkuat dugaan para ahli selama ini bahwa kondisi sumberdaya ikan di beberapa wilayah perairan sudah mengalami degradasi. Berdasarkan hal tersebut maka pemeritah perlu secara cepat melakukan berbagai upaya guna menyelamatkan sumberdaya perikanan di wilayah perairan Indonesia. Hal yang cukup menggembirakan terjadi pada produksi perikanan budidaya nasional. Menurut catatan FAO (2007) tersebut terlihat bahwa produksi perikanan budidaya nasional mengalam peningkatan sebesar 16,67 persen. Peningkatan ini jauh lebih besar dari rata-rata peningkata produksi perikanan budidaya di sepuluh negara produser perikanan budidaya dunia yang hanya mencapai sekitar 2,03 persen. Tingginya pertumbuhan produksi perikanan budidaya tersebut mempertahankan peringkat Indonesia sebagai negara kelima terbesar produser perikanan dunia. Namun demikian guna mempertahankan dan meningkatkan produksi perikanan budidaya nasional pemerintah perlu meningkatkan kualitas lahan budidaya. Hal ini dimaksudkan guna lebih meningkatkan produktivitas lahan budidaya.
               Sejak era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia, sejak itu pula perubahan kehidupan mendasar berkembang di hampir seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti merebaknya beragam krisis yang melanda Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satunya adalah berkaitan dengan Orientasi Pembangunan. Dimasa Orde Baru, orientasi pembangunan masih terkonsentrasi pada wilayah daratan.
               Sektor kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis dan potensinya. Potensi sumberdaya tersebut terdiri dari sumberdaya yang dapat diperbaharui, seperti sumberdaya perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya laut dan pantai, energi non konvensional dan energi serta sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti sumberdaya minyak dan gas bumi dan berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan sebagainya. Tentunya inilah yang mendasari Presiden Abdurrahman Wahid dengan Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999 dalam Kabinet Periode 1999-2004 mengangkat Ir. Sarwono Kusumaatmaja sebagai Menteri Eksplorasi Laut.
               Selanjutnya pengangkatan tersebut diikuti dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut (DEL) beserta rincian tugas dan fungsinya melalui Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tanggal 10 November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen. Ternyata penggunaan nomenklatur DEL tidak berlangsung lama karena berdasarkan usulan DPR dan berbagai pihak, telah dilakukan perubahan penyebutan dari Menteri Eksplorasi Laut menjadi Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 145 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999. Perubahan ini ditindaklanjuti dengan penggantian nomenklatur DEL menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) melalui Keputusan Presiden Nomor 147 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999.
               Dalam perkembangan selanjutnya, telah terjadi perombakan susunan kabinet setelah Sidang Tahunan MPR tahun 2000, dan terjadi perubahan nomenklatur DELP menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)  sesuai Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Wewenang, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen. Kemudian berubah menjadi Kementrian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009 tentang  Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, maka Nomenklatur Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan struktur organisasi pada Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak mengalami perubahan. Dalam rangka menindaklanjuti Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tersebut, pada November 2000 telah dilakukan penyempurnaan organisasi DKP. Pada akhir tahun 2000, diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen, dimana organisasi DKP yang baru menjadi :

    1)      Menteri Kelautan dan Perikanan;
    2)      Sekretaris Jenderal;
    3)      Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
    4)      Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
    5)      Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
    6)      Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran;
    7)      Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
    8)      Inspektorat Jenderal;
    9)      Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
    10)  Staf Ahli.

          Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Preaturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006, maka struktur organisasi KKP menjadi :

    1)      Menteri Kelautan dan Perikanan;
    2)      Sekretaris Jenderal;
    3)      Inspektorat Jenderal;
    4)      Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
    5)      Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
    6)      Direktorat Jenderal Pengawasan & Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
    7)      Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan;
    8)      Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
    9)      Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
    10)  Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan;
    11)  Staf Ahli.
          Tebentuknya Kementrian Kelautan dan Perikanan pada dasarnya merupakan sebuah tantangan, sekaligus peluang bagi pengembangan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Artinya, bagaimana KKP ini menempatkan sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu sektor andalan yang mampu mengantarkan Bangsa Indonesia keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Setidaknya ada beberapa alasan pokok yang mendasarinya.
               Pertama, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tetapi juga menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.
         Kedua, selama beberapa dasawarsa, orientasi pembangunan negara ini lebih mangarah ke darat, mengakibatkan sumberdaya daratan terkuras. Oleh karena itu wajar jika sumberdaya laut dan perikanan tumbuh ke depan.
               Ketiga, dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk serta meningkatnya kesadaran manusia terhadap arti penting produk perikanan dan kelautan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia, sangat diyakini masih dapat meningkatkan produk perikanan dan kelautan di masa datang. Keempat, kawasan pesisir dan lautan yang dinamis tidak hanya memiliki potensi sumberdaya, tetapi juga memiliki potensi bagi pengembangan berbagai aktivitas pembangunan yang bersifat ekstrasi seperti industri, pemukiman, konservasi dan lain sebagainya.

    Pages

    Labels

    Blogger Tricks

    Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Violation Search

    Visitors Counter

    free counters

    wibiya widget

    Diberdayakan oleh Blogger.

    Paling sering dikunjungi

    (c) Copyright 2010 CupCakes. Blogger template by Bloggermint